- Perasaan
1.
pengertian perasaan
Perasaan
ialah suatu keadan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan
senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat
subjektif. Jadi, unsure-unsur perasaan itu adalah:
>
Bersifat subjektif daripada gejala mengenal
>
Bersangkut-paut dengan gejala mengenal
>
Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak
senang, yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan
lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan
gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu, tanggapan perasaan seseorang
terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal
yang sama.
Karena adanya
sifat subjektif pada perasaan inilah maka gejala perasaan tidak dapat disamakan
dengan gejala mengenal, tidak dapat disamakan dengan pengamatan, pikiran, dan
sebagainya.
Pengenalan
hanya bersandar pada hal-hal yang ada, berdasarkan pada kenyataan. Sedangkan
perasaan sangat dipengaruhi oleh tafsiran sendiri dan orang yang mengalaminya.
Perasaan
bukan merupakan suatu gejala kejiwaan yang berdiri sendiri, tetapi
bersangkut-paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa yang lain,
antara lain dengan gejala mengenal.
Gejala
perasaan kita tergantung pada:
a. Keadaan jasmani,
misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung
daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar.
b. Pembawaan, ada orang
yang mempunyai pembawaan berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya.
c. Perasaan seseorang
berkembang sejak ia mengalami sesuatu. Karena itu, mudah dimengerti bahwa
keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan
perasaannya. Maka selain factor yang mempengaruhi perasaan seperti tersebut,
masih banyak hal-hal lain yang dapat mempengaruhi perasaan manusia, misalnya
keadaan keluarga, jabatan, pergaulan sehari-hari, cita-cita hidup, dan
sebagainya. Dalam kehidupan modern terdapat bermacam alat yang digunakan untuk
memperkaya rangsang emosi, seperti: televise, radio, film, gambar, majalah, dan
sebagainya.
Perasaan
selain tergantung pada stimulus yang dating dari luar, juga bergantung pada:
1. Keadaan jasmani
individu yang bersangkutan. Kalau keadaan jasmani kurang sehat misalnya, hal
ini dapat mempengaruhi soal perasaan yang ada pada individu itu. Pada umumnya
orang yang dalam keadaan sakit, sifatnya lebih perasa bila dibandingkan dengan
keadaan jasmani yang sehat. Suatu peristiwa tidak menimbulkan sesuatu perasan
pada waktu sehat tetapi dapat menimbulkan sesuatu perasaan pada waktu individu itu
dalam keadaan sakit. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
keadaan jasmani dengan keadaan psikis individu.
2. Keadaan dasar
individu. Hal ini erat hubungannya dengan struktur pribadi individu. Misalnya,
ada orang yang mudah marah, sebaliknya ada orang yang tidak gampang marah.
Dengan demikian, struktur pribadi individu akan turut menentukan mudah tidaknya
seseorang mengalami sesuatu perasaan.
3. Keadaan individu pada
suatu waktu, atau keadaan temporer seseorang. Misalnya, orang yang pada suatu
waktu sedang kalut pikirannya, akan mudah sekali terkena perasaan bila
dibandingkan individu dalam keadaan yang normal.
2.
Tiga Dimensi Perasaan
Menurut Wundt
Menurut W.
Wundt perasaan tidak hanya dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau
tidak senang, melainkan masih dapat dilihat dari dimensi lain. Memang salah
satu segi perasaan itu dialami sebagai perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Hal ini dinyatakan oleh Wundt sebagai dimensi yang pertama.
Disamping itu, masih terdapat dimensi lain yaitu perasaan itu dapat dialami
sebagai suatu hal yang “excited” atau
sebagai “inert feeling”, hal ini
olehWundt digunakan sebagai dimensi yang kedua. Sesuatu perasaan yang dialami
oleh individu itu dapat disertai tingkah laku perbuatan yang menampak, misalnya
orang menari-nari karena gembira sekali sehabis menerima uang banyak atau lulus
ujian, tetapi adapula sekalipun ia menerima uang banyak atau lulus ujian dan
mengalami sesuatu perasaan, tetapi ia tetap tenang saja tanpa adanya perbuatan
atau tingkah laku yang menampak seperti pada orang yang pertama. Disamping itu,
masih adanya dimensi lain yang digunakan sebagai dimensi yang ketiga yaitu “expextancy” dan “ release feeling”. Suatu perasaan dapat dialami oleh individu
sebagai suatu yang masih dalam penghargaan. Ada pula perasaan yang dialami
individu karena peristiwa atau keadaan itu telah nyata terjadi atau telah “release” (Woodworth & Marquis, 1957).
Stren juga
membedakan perasaan dalam tiga golongan, yaitu:
1.
perasaan presens,yaitu yang bersangkutan dengan
keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan situasi yamg
actual.
2.
perasan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan
kedepan dalam kejadian-kejadian yang akan dating, jadi masih dalam pengharapan.
3.
perasaan yang berhubungan dengan waktu yang telah
lalu, atau melihat kebelakang yang telah terjadi. Misalnya, orang merasa sedih
karena terinagat pada waktu zaman keemasannya beberapa tahun yang lampau
(Kohnstamm, Bigot, dan Palland, 1950)
3.
Perasaan dan Gejala-gejala
Kejasmanian
Gejala
perasaan tidak berdiri sendiri, melainkan bersangkut paut dengan gejala-gejala
jiwa yang lain, bahkan perasaan dengan keadaan tubuh ini memang tidak dapat
dipisahkan. Contoh, kalau ada orang bercakap-cakap biasanya disertai dengan
gerakan tangan. Gerakan ini tidak lain dari ungkapan perasaan untuk memperjelas
apa yang dikatakannya.
Keadaan tubuh
dapat mempengaruhi perasaan dan ada pula perasaan yang menimbulkan gerakan
tubuh. Kenyataan tersebut banyak kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.
Kebanyakan kita dapat memperkirakan apa yang dirasakan orang lain dengan
memperhatikan gerakan-gerakannya secara visual, misalnya dari gerak matanya,
lirik matanya, dan sebagainya.
Tanggapan-tanggapan
tubuh terhadap perasaan dapat berwujud:
>
Mimic, gerakan roman muka;
>
Pantomimic, gerakan anggota badan bagi orang bisu,
tuli, terdiri dari gerakan-gerakan yang termasuk mimic dan pantomimic.
>
Gejala pada tubuh, seperti denyut jantung
bertambah cepat dan biasanya, muka menjadi pucat, dan sebagainya.
4.
Macam-macam perasaan
Dalam
kehidupan sehari-hari sering didengar adanya perasaan yang tinggi dan perasaan
yang rendah. Keadaan ini menunjukkan adanya suatu klasifikasi dari perasaan.
Max Scheler
mengajukan pendapat bahwa ada 4 macam tingkatan dalam perasaan, yaitu :
1) perasaan tingkat
sensoris
perasaan ini merupakan
perasaan yang berdasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada
kejasmanian, misalnya rasa sakit, panas, dan dingin
2) perasaan ini
bergantung kepada perasaan jasmani seutuhnya misalnya rasa segar, lelah, dan
sebagainya
3) perasaan kejiwaan.
Perasaan ini merupakan
perasaan seperti rasa gembira, susah, dan takut.
4) perasaan kepribadian
perasaan
ini merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya perasaan
harga diri, perasaan putus asa, p-erasaan puas (Bigot, Kohnstamm, palland,
1950).
Disamping
itu, kohnstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut :
1. Perasaan keindraan
Perasaan
ini adalah perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indera, misalnya perasaan
yang berhubungan dengan pengecapan, umpamanya asam, asin, pahit, manis, yang
berhubungan dengan bau, dan sebagainya. Juga termasuk dalam hal ini perasaan
lapar, haus, sakit, lelah, dan sebagainya.
2. Perasan kejiwaan
Dalam
golongan ini perasan masih dibedakan lagi atas :
a. Perasaan intelektual
b. Perasaan kesusilaan
c. Perasaan keindahan
d. Peraaan
kemasyarakatan
e. Perasaan harga diri
f. Perasaan ketuhanan.
I. perasaan intelektual
perasaan ini merupakan jenis
perasaan yang timbul atau menyertai perasaan intelektual,yaitu perasaan yang
timbul bila orrang dapat memecahkan sesuatu soal,atau mendapatkan hal-hal yang
baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya.
II. Perasaan kesusilaan
Perasaan ii timbul kala orang
mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma kesusilaan.
III. Perasaan keindahan
Perasaan ini timbul kalu orang
mengamatu sesuatu yang indah atau yang jelek.
IV. Perasaan
kemasyarakatan
Perasaan ini
timbul dalam hubungan dengan orang lain.
V. Perasaan harga diri
Perasaan ini dapat positif,
yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan terhadap dirinya. Tetapi
perasaan ini juga dapat bersifat negative, yaitu bila orang mendapatkan
kekecewaan.
VI. Perasaan ketuhanan
Perasaan ini
berkaitan dengan kekuasaan Tuhan.
5.
Jenis-jenis Perasaan
1. Simpati dan Empati
Simpati ialah suatu kecenderungan untuk ikut serta merasakan segala sesuatu
yang sedang dirasakan orang lain. Simpati dapat timbul karena persamaan
cita-cita, mungkin karena penderitaan yang sama, atau karena berasal dari
daerah yang sama, dan sebagainya.
Gejala perasaan yang berlawanan dengan simpati ialah antipati. Gejala
perasaan ini menunjukkan ketidaksenangan kepada orang lain. Ketidaksenangan ini
dapat berwujud suatu kebencian.
Empati ialah suatu kecenderungan untuk merasakan suatu yang dilakukan orang
lain andaikata dia dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati, orang
menggunakan perasaannya dengan efektif di dalam situasi orang lain, didorong
oleh emosinya seolah-olah dia ikut mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang
dilakukan orang lain.
2. Emosi dan
Perkembangan Pribadi
Sehubungan
dengan fungsi-fungsi emosi seperti tersebut dapat disimpulkan bahwa emosi
mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia.
Namun
demikian, tidak dapat dikatakan bahwa manusia segala-galanya dikuasai oleh
emosi. Sebab, emosi tidak merupakan gejala jiwa yang dominant bagi manusia,
sebab masih ada factor-faktor lain yang ikut mempengaruhi terhadap kehidupan
manusia.namun demikian, peranan emosi bagi manusia tidak dapat diabaikan.
Karena emosi
berpengaruh terhadap kejiwaan kita, berarti berpengaruh juga terhadap kemauan
dan perbuatan.maka gejala jiwa itu berpengaruh pula terhadap perkembangan dan
pembentukan pribadi.
6. Fungsi perasaan
a) Semua jenis perasaan
mempunyai pengaruh yang besar kepada
setiap perbuatan dan kemauan kita.
b) Perasaan itu cepat
dan menular.guru yang mempunyai stemming dasar lincah, gembira, memiliki banyak
humor dan simpatik, akan memberikan pengaruh pada pendidikan yang
menguntungkan.
c) Menyangkut perasaan
indriawi seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain, juga perasaan
vital (senang, bahagia, sedih, dan lain-lain.), perlu dilakukan pembiasan, demi
pengembangan kepribadian.
d) Disekolah dan dirumah
seyogianya ditumbuhkan perasaan intelektual ini, dalam upaya untuk mebangkitkan
kesenangan (hobby) belajar.
- Kecerdasan
1.Pengertian Kecerdasan (inteligensi)
Menurut
Spearman dan jones bahwa ada satu konsepsi lama tentang kekuatan (power) yang
dapat melengkapi akal pikiran manusia dengan gagasan abstrak, untuk dijadikan
sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa yunani
disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noesis. Kedua
istilah tersebut kemudian dalam bahasa latin dikenal sebagai intelectus dan
intelligentia. Selanjutnya dalam bahasa inggris masing-masing diterjemahkan
sebagai intellect dan intelligence. Intelligece yang dalam bahasa Indonesia
kita sebut inteligensi (kecerdasan), semula berarti penggunaan kekuatan
intelektual secara nyata, tetapi kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan
lain.
Pengertian
inteligensi selalu mengandung bahwa inteligensi merupakan kekuatan / kemampuan
untuk melakukan sesuatu. Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah
yang menggambarka kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan
problem yang dihadapi. Sementara menurut pandangan kaum awam inteligensi
diartikan sebagai ukuran kepandaian.
Para ahli
psikologi beranggapan bahwa inteligensi merupakan status mental yang tidak
memerlukan definisi, sedangkan prilaku inteligen kebih konkrit batasan dan
cirri-cirinya sehingga lebih mudah untuk dipelajari. Dengan mengidetifikasi
cirri dan indicator perilaku inteligen, maka dengan sendirinya definisi
inteligensi akan terkandung di dalamnya. Beberapa cirri dari perilaku cerdas /
perilaku individu yang memiliki kecerdasan tinggi.
1.
terarah kepada tujuan (purposeful behavior)
2.
tingkah laku terkoordinasi (organized behavior)
3.
sikap jasmaniah yang baik (physical well toned
behavior)
4.
memiliki daya adaptasi yang tinggi (adaptable
behavior)
5.
berorientasi kepada sukses (success oriented behavior)
6.
mempunyai motivasi yang tinggi (clearly motivated
behavior)
7.
dilakukan dengan cepat (rapid behavior)
8.
menyangkut kegiatan yang luas (broad behavior)
Garner
memberikan definisi tentang kecerdasan,
sebagai:
1.
kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya.
2.
kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk
dipecahkan.
3.
kecakapan melakukan sesuatu/membuat sesuatu yang
bermanfaat dalam kehidupannya.
Feldam
mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berfikir secara
rasional.
Henmon
mendefinisikan inteligensi sebagai daya / kemampuan untuk memahami.
Wachster
mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas seseorang untuk bertindak dengan
tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan
efiktif.
Masyarakat
umum untuk mengenal intelligence sebagai
istilah yang menggambarkan kecerdasan, kapintaran, kemampuan berfikir seseorang
atau kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran seseorang yang memiliki
inteligensi tinggi, biasanya merupakan cerminan siswa yang pintar, siswa yang
pandai dalam studinya. Memang, hal tersebut tidak bias dipungkiri, apalagi
sejarah telah mencatat bahwa sejak tahun 1904, Binet, seorang ahli psikologi
berbangsa prancis dan kelompoknya telah berhasil membuat suatu alat untuk
mengukur kecerdasan, yang disebut dengan Intelligence Q uotient (IQ).
Sejak saat
itu, kecerdasan selalu diartikan sangat sempit, yaitu sebagai kemampuan
menyerap, mengolah, mengekspresikan, mengantisipasi, dan mengembangkan hal-hal
yang berkenaan dengan pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kecerdasan diartikan
sebagai kemampuan berfikir.
Dalam
psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut
inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan intelektual secara
nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain. Oleh karena
itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu : (a)
kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan
untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan; (c)
kemampuan untuk mengubah diri sendiri.
2.
Macam-macam Kecerdasan
Menurut
Gardner ada 7 macam kecerdasan:
a. inteligensi
linguistic – verbal
b. kecerdasan matematis
– logos
c. kecerdasan ruang –
visual
d. kecerdasan kinestetik
atau geraka fisik
e. kecerdasan misik
f. kecerdasan hubungan
social
g. kecerdasan
kerohanian.
Sedangkan
macam-macam kecerdasan yang dikenal saat ini antara lain: kecerdasan emosional
dan spiritual.
Kecerdasan emosional (SQ) mencakup pengendalian diri, semangat, dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotifasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi,
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban
stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, untuk membaca perasaan terdalam
orang lain (empati) dan berdoa, untuk memlihara hubungan dengan sebaik-baiknya,
kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin keterampilan ini
dapat diajarkan kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang
kurang memiliki kendali diri, menderita kekurang mampuan pengendalian moral.
Bagaimanapun, kecerdasan tidaklah berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Kecerdasan emosional menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat
kita menjadi lebih manusaiawi.
Konsep
kecerdasan yang juga banyak dibahas dewasa ini, adalah kecerdasan emosional.
Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan intelektual yang
tinggi saja tidak cukup untuk menghantarkan orang menuju sukses. Menurut Daniel
Goleman (1995) pengembangan kecerdasan emosional, orang-orang sukses selain
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tetapi juga memiliki stabilitas
emosi, motivasi kerja yang tinggi mampu mengendalikan sres, tidak mudah putus
asa, dll. Pengalaman-pengalaman demikian memperkuat keyakinan bahwa disamping
kecerdasan intelektual juga ada kecerdasan emosional. Orang yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri
(mengendalikan kejolak emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus
berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan
mengatasi sres, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun
dalam kesulitan. Selain multiple dan emotional intelligence yang banyak
dibahas saat ini, adalah kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence.
Konsep kecerdasanini dikembangkan oleh Zohar dan Marshall (2000). Pengrtian
spiritual dalam konsep Zohar dan Marshall bukan dan tidak ada kaitannya dengan
spiritual dalam konsep agama. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan
rohaniah, yang menuntun diri kita memungkinkan kita utuh. Kecerdasan spiritual
berda pada bagian yang paling dalam dari diri kita, terkait denga kebijaksanaan
(wisdom) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang bukan saja mengetahui
nilai-nilai yang ada tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Zohar dan
Marshall, mengemukakan beberapa indicator dari kecerdasan spiritual yang
tinggi, yaitu:
Ø kemampuan untuk
menjadi fleksibel,
Ø derajat kesadaran
diri yang tinggi,
Ø enggan melakukan hal
yang merugikan,
Ø ditandai oleh
kecenderungan untuk mengapa, mencari jawaban mendasar,
Ø mandiri,
3.
Mengukur kecerdasan
Dalam
pergaulan sehari-hari dirumah atau masyarakat, dalam situasi belajar disekolah
ataupun dalam hubungan kerja, kita tidak dapat menghindarkan diri dari
perbuatan menilai, menilai perilaku seseorang, kepribadiannya ataupun
kecerdasannya. Pengukuran kecerdasan diusahakan bener-benar mengukur kecakapan
dasar, bukan hasil belajar, beas dari pengaruh pengalaman atau kebudayaan.
Sejak lama
para ahlipsikologi mengadaka berbagai upaya pengukuran kecerdasan atau
pengetesan inteligensi. Tes kecerdasan tertua disusun oleh Alfred Binet,
seorang ahli psikologi perancis tahun 1905.
Tes
kecerdasan dari binet diperuntukkan bagi anak berumur 2 sampai 15 tahun. Apabila
usia mental (mental AGE)ini dibagi oleh usia kalender kronologikal (Chronogical
Age) akan menunjukkan IQ-nya (Intelligence Quotient). Karena IQ ini menggunakan
satuan ratusan maka hasil pembagian tadi dikalikan seratus. Oleh karena itu
rumusnya menjadi :
IQ = MA/CA x 100
|
4.
Sebaran Kecerdasan dalam
popolasi
Sebagian
besar penduduk kecerdasannya normal (berada pada tingkat rata-rata) sebagian
kecil diatas normal dan sebagian kecil lagi dibawah normal. Dengan berpegang
pada satuan ukuran IQ sebaran penduduk menurut kategori kecerdasannya adalah
sbb:
IQ
|
kategori
|
persentase
|
140 – ke atas
130 – 139
120 – 129
110 – 119
90 – 109
80 – 89
70 – 79
50 – 69
25 – 49
Di bawah 25
|
Genius
Sangat cerdas
Cerdas
Di atas normal
Normal
Di bawah normal
Bodoh (dull)
Debil (moron)
Imbecil
Idiot
|
0.25%
0,75%
6%
13%
60%
13%
6%
0,75%
0,20%
0,05%
|
Bagan 6.1 populasi individu menurut klasivikasi kecerdasannya
5.
Macam-macam Tes Kecerdasan
a. Interligensi-tes
Binet-Simon
Binet dan
Simon keduanya bangsa perancis, menyelidiki inteligensi anak-anak berumur
antara 3 – 15 tahun, untuk hubungan dengan pengetahuan sekolah. Isinya antara
lain menirukan kalimat-kalimat, mrnyebut deretan angka-angka, membuat kalimat
dengan 3 perkataan, dan sebagainya.
Dengan tes
ini kita mendapatkan perbandinagan kecerdasan, disingkat PK atay Inteligensi
Quotient disingkat IQ.
IQ tersebut
kita dapatka dengan cara membagi umur kecerdasan (MA = Mental Age) ialah jumlah
nilai jawaban yang betul dibagi umur kalender
(CA = Chronologocal Age) ialah umur anak yang diselidiki, kemudian
dikalikan seratus.
Tetapi
kalau pertanyaan yang pertama (untuk umur 6 tahun) ada satu atau lebih
pertanyaan yang dijawab salah maka diajukan pula pertanyaan-pertanyaan untuk
umur dibawah (5 tahun, 4 tahun, dan 3 tahun) sampai terjawab semua. Kemudian
kita hitung umur kecerdasan, caranya sebagai berikut: pertanyaan-pertanyaan
yang terjawab semua (5 pertanyaan), dinilai sama dengan umur pertanyaan,
sedangkan jawaban-jawaban yang betul lainnya masing-masing dinilai seper lima,
kemudian kesemuanya dijumlah. Jumlah tersebut kita bagi dengan umur anak,
kemudian dikalikan seratus, maka kita dapat IQ.
b. Tes Tentara (Army
Mental Test) di Amerika
Pada tahun
1917 amerika Serikat terpaksa ikut dalam perang dunia I melawan Jerman. Karena
itu, amerika terpaksa membentuk tentara secara besar-besaran dalam waktu
singkat. Maka diadakanlah tes tentara meliputi 1.700.000 orang calon anggota
tentara, dan dikerjakan oleh lebih 1000 orang pemeriksa dalam 35 asrama. Dalam
tes tersebut digunakan psikoteknik, ialah ilmu jiwa yang mempelajari
kesanggupan seseorang untuk memegang suatu jabatan yang sesuai dengan
kecerdasan masing-masing. Karena itu, tes meliputi senegara, tes ini kemudian
disebut national intelligence test .
c. Mental Test
Ialah test
untuk mengetahui segala kemampuan jiwa seseorang yang meliputi fantasi,
ingatan, pikiran, kecerdasan, persaan. Jadi, inteligensi tes hanya merupakan
bagian dari mental tes.
d. Scholastic Test
Ialah tes
untuk mengetahui tingkat pengajaran pada tiap-tiapmata pelajaran, pada
tiap-tiap kelas. Yang dipentingkan ialah bekerja dengan cepat dan baik. Tes ini
berguna untuk mengganti ulangan atau ujian.
6.
Hubungan IQ Dengan Proses
Belajar
Kualitas
inteligensi/kecerdasan yang tinggi dipandang sebagai factor yang mempengaruhi
keberhasilan individu dalam belajar/meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Dan
ternyata IQ mempunyai peranan dan hubungan yang sangat urgen dalam meraih
prestasi belajar disekolah. Pandangan baru: faktor yang paling dominan
mempengaruhi keberhasilan (kesuksesan) individu dalam hidupnya bukan
semata-mata ditentukan oleh tingginya IQ (kecerdasan intelek) tetapi oleh
factor kemantapan emosional (EQ). (dr: Daniel Goleman).
Banyak orang
yang gagal dalam hidupnya bukan karena kecerdasan inteleknya rendah, namun
karena mereka kurang memiliki kecerdasan emosional. Tidak sedikit orang yang
sukses dalam hidupnya karena memiliki kecerdasan emosional meskipun
inteligensinya pada tingkat rata-rata. Menurut Daniel G. bahwa IQ hanya
menyumbang sekitar 5 – 10% bagi kesuksesan hidup.
7.
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kecerdasan
>
Biologis
>
Lingkungan
>
Budaya
>
Bahasa
>
Masalah etika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar