Kamis, 08 Desember 2011

Kera Bercincin Emas

      Dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan yang sejahtera. Kerajaan ini dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana, Mahestra namanya. Berpuluh-puluh tahun lamanya raja dan permaisuri mengharap lahirnya seorang putra, tetapi kenyataannya harapan tinggal harapan. Segala usaha telah dilakukan tabib-tabib kerajaan, namun tak membawa hasil.
      Akhirnya, atas anjuran seorang pendeta dari lembah Andongan, mereka harusberpuasa dan bersemedi selama 40 hari 40 malam.
      Empat puluh hari bukan waktu yang pendek umtuk melaksanakan tugas berat itu. Tapi karena besarnya harapan, raja dan pemaisuri tetap tabah menghadapi cobaan.
      Hari demi hari selalu terjadi sesuatu yang menakutkan, mengerikan, bahkan menjijikkan. Namun, di malam yang ke-40, malam terakhir, tiba-tiba angin berhembus begitu cepatnya, lalu terdengar suara yang menyuruh raja dan permaisuri bangun dari semedinya.
      Perlahan raja dan permaisuri membuka matanya. Sesaat mereka saling pandang, lalu sama-sama bingung sebab ada suara tetapi tak ada wujudnya.
      “Hai,…anakku…!” Suara itu dating lagi, membuat meraka semakin takut dan bingung.
      “Permintaanmu aku kabulkan, hanya janga sekali-kali menghina pemberiaanku…!” kata suara itu.
      Belum juga ditanggapi pernyataan itu, suara itu sudah menghilang  bersama desau angin yamg semakim jauh.
      Seperti apa yang disabdakan, maka permaisuri Nimas melahirkan anak itu mirip seekor kera betina.
      Tubuhnya lebat dengan rambut, tangannya lebih panjang dari kaki dan batok kepalanya tanpak begitu menonjol.
      “Ah…!” Raja begitu terkejut melihat keadaannya. Secara diam-diam raja menyuruh seorang punggawa untuk membuang anak itu ke hutan, sedangkan permaisuri ditahan diruang bawah tanah.
 Karena penyakit raja tidak sembuh juga, kemudian diadakan sayembara yang isinya :“barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit raja, akan diangkat menjadi pewaris tahta kerajaan.”
Lalu datanglah seorang pemuda sederhana dan menuntun seakor kera bercincin berlian. Atas perintah patih, pemuda dan  kera memasuki ruang tidur raja. Raja Mahastra begitu lama memandangi kera itu, matanya terus menatap cincin yang dikenakan kera.
“Kau…anakku…!” Tanya raja. Tiba-tiba keraitu berubah menjadi seorang gadis jelita. Kutukan telah berakhir, raja sudah sembuh dan sadar akan kesallhannya. Raja, pemuda dan gadis cantik itu menjemput permaisuri yang masih di tahan ruang bawah tanah.  
By: Siti Aminah TSAMOEDRA
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman