Kamis, 29 Desember 2011

MUHASABAH


MEMAKNAI PENTINGNYA MUHASABAH

Bagi seorang muslim, hidup adalah rangkaian usaha demi usaha. Sambungan ikhtiar demi ikhtiar dengan tujuan menggapai ridha Allah SWT. Agar tujuannya tereliasasi, kiranya kita harus memiliki perencanaan dan srategi.
Namun untuk menggapai ridha Allah SWT dalam kehidupan tidaklah mudah. Sebab fitnah-fitnah kehidupan yang dihadapi manusia di dunia sangat banyak, mulai dari harta, keluarga hingga kekuasaan.
Seperti firman Allah SWT, “sesungguhnya hartamu, anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah lah pahala yang besar” (Q.S. At Tagabun 15).
Ironisnya, kini banyak manusia yang berlomba untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mengejar kekuasaan setinggi-tingginya, maupun mencari pasangan hidup yang sesuai dengan selera, bak laron yang masuk kenyala api.
Sesungguhnya pada saat manusia mengikuti nafsu syahwat, perangkap setan telah dibuka lebar untuk menyeret manusia ke dalam lingkarannya. Akibatnya, manusia banyak terjerembab dalam kubangan maksiat dan dosa. Namun sedikit sekalimanusia yang sadar kalau dirinya terjerembab dalam perangkap setan.
Itu terjadi akibat gaya hidupnya tidak sesuai dengan aturan Islam. Damoak dari perilaku tersebut, manusia akan selalu mementingkan hawa nafsunya, sehingga kehidupannya menjadi hedonis, yang berimbas pada menumpuknya persoalan hidup, mulai yang kecil sampai yang menyita perhatian publik. Misalnya kasus korupsi pejabat, kasus Bank Century.
Alih-alih akan menyelesaikan persoalan hidup, justru persoalan itu makin rumit untuk diselesaikan, hingga tak jarang manusia bertambah stres. Pelampiasannya, sebagian manusia lebih senang ke dunia malam, atau mengonsomsi narkoba bahkan berzina.
Jika sudah begitu, mana mungkin tujuan hidup manusia akan tercapai. Karena pada saat melakukan itu, manusia bukan lagi menjadi hamba Allah, melainkan telah menjadi budak hawa nafsu, dan tentara setan.
Padahal Islam mengajarkan, saat manusia mendapati ada ketidakberesan dalam perilaku hidupnya, seyogianyalah ia berinisiatif melakuakn jeda kehidupan. Berhenti sejenak dari rutinitas duniawi. Berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga dan pikiran, berhenti sejenak untuk mengatur langkah hidup selanjutnya, berhenti sejenak untuk menyiapkan bekal ke akhirat. Berhenti sejenak untuk muhasabah (evaluasi) diri.
Setelah jeda kehidupan dilakukan, diharapkan manusia dapat menentukan kembali arah yang akan dituju, sekaligus memformat kehidupan sesuai dengan keinginannya. Karena pada saat istirahat sejenak itulah, gambaran diri kita secara utuh dan terlihat.
Berhenti sejenak untuk melakukan muhasabah dalam kehidupan manusia adalah urgen. Bahkan dianjurkan oleh Rasulullah SAW, perhatiaknlah: “Orang yang pandai adalah orang yang mengevaluasi dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT”. (HR Tirmidzi).


Muhasabah berfungsi sebagai kontrol bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya. Karena itu, muhasabah yang kita lakukan  juga harus meliputi beberapa aspek kehidupan.
1.      Aspek ibadah, meliputi ibadah wajib dan ibadah sunah, karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku” (QS 51: 56). Artinya ibadah merupakan tugas dan pekerjaan utama manusia dalam menjalani kehidupannya.
2.      Aspek pekerjaan dan perolehan rejeki, namun kini aspek ini dianggap remeh, karena sebagian menganggap bahwa aspek itu adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawiyah, padahal tidak demikian.
      Perhatiakn hadits Rasulullah: “Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang lima perkara, umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya dan ilmunya sejauh mana pengamalannya” (HR Tirmidzi). Jelaslah bahwa hadits itu mernggambarkan tentang akibat dari melalaikan unsur perolehan harta.
3.      Aspek kehidupan sosial (muamalah), aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan sosial, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Aspek itu menjadi sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits: “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu? Sahabat menjawab, “orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.
      Rasulullah SAW bersabda: “orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain, hingga manakala pahala kbaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan kedalam api neraka (HR Muslim).
4.      Aspek dakwah, evaluasi pada bidang dakwah seperti dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri.
Demikianlah urgensi muhasabah dalam kehidupan manusia. Semoga kita tergolong hamba yang saleh, karena selalu melakukan muhasabah.


Daftar Pustaka

Danang Wisaksono. Mimbar Opini, Banjarmasin Post, Jum’at 26 Maret 2010. hal 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman